Saya suka sushi. Banget. Walaupun saya baru akhir-akhir ini jadi penggemar sushi (kira-kira sejak satu setengah tahun lalu), saya cintrong banget dah ah sama makanan khas Jepang ini. Dan saat saya sedang menulis post ini, saya lagi ngidam berat sama sushi +_+
Terakhir kali makan itu kira-kira dua bulan lalu, pas lagi liburan Tahun Baru Imlek. Waktu itu pergi sama teman-teman, dan saya kalap, hahahaha. Makan di restoran sushi (buffet) di Incheon City Hall, dengan KRW14.000 (KRW1=+/-Rp8. Sekali makan di restoran konvensional sekitar KRW5.000) saya bisa makan sepuasnya. Jangan tanya berapa potong itu saya makan, secara buat bolak-balik nambahnya aja udah kaya orang bolak-balik beser+diare, hahahaha :D
Wokeh, dan setelah dua bulan ga makan sushi, saya udah ngidam lagi nih. Kalau ke Incheon mah kejauhan, pas lagi sibuk kuliah begini mah mana sempet +_+ Mau cari di Seoul, susah dapetin yang murah. Kalaupun ada harganya di atas KRW20.000, muahal!
Tapi dibandingkan itu semua, ada satu lagi isu penting yang sepertinya bakal menunda "pesta" sushi saya.